001 001 sumber: cobadibaca.com http://www.cobadibaca.com/2013/01/cara-membuat-slide-header-di-blog.html#ixzz2QZsfWlne Under Creative Commons License: Attribution

Sabtu, 25 Mei 2013

Artikel


Belajar atau Handphone?
Tak bisa dipungkiri, memang handphone memiliki beragam manfaat, tak hanya bagi orang kantoran dan orang dewasa saja, tetapi para pelajar juga turut serta untuk menggunakan handphone. Namun, seiring dengan perkembangan zaman handphone sering disalah gunakan oleh para pelajar, seperti digunakan untuk foto-foto, menjelajah internet yang tidak penting, sebagai sarana untuk pacaran dll.
Handphone juga berdampak negative pada prestasi siswa, padahal dalam prestasi siswa sangat dibutuhkan faktor-faktor yang dapat mendukung proses belajar siswa. Di samping karena kepintaran para siswa juga sangat dibutuhkan faktor-faktor untuk mendukung proses belajar siswa, baik faktor internal atau faktor dari dalam diri, maupun eksternal atau faktor dari luar dan pemenuhan-pemenuhan fasilitas.
Handphone, merupakan salah satu fasilitas yang sering diberikan orang tua kepada anaknya yang masih berstatus sebagai pelajar. Tujuan orangtua memberikan handphone bagi anak-anaknya, hanya untuk alat komunikasi agar orang tua dapat mengetahui kabar dan mengetahui keberadaan sang anak. Namun, handphone sering di salah gunakan oleh para pelajar.
Kebanyakan para pelajar menjadikan handphone sebagai barang primer atau kebutuhan utama dalam hidupnya, bahkan mereka beranggapan bahwa tanpa handphone dunia akan terasa sepi. Maraknya handphone pada para pelajar membuat kualitas intelektual menurun, sebab handphone bersifat merusak pada para pelajar. Hal-hal yang menyebabkan handphone merusak bagi para siswa adalah mengalihkan perhatian siswa saat proses, mereka lebih memperhatikan handphonenya daripada pelajaran, menurunkan konsentrasi, melupakan tugas dan kewajiban, dan menjadikan pelajar malas belajar.
Para pelajar sering kali menggunakan handphone tidak pada waktunya seperti waktu belajar sering digunakan untuk main handphone/ sms ,pada malam hari adalah waktu yang tepat untuk belajar namun seringkali di anggap waktu yang sangat tepat untuk “sms-an”. Menggunakan handphone saat kegiatan belajarmengajar di sekolah, sehingga tidak sedikit pelajaran yang tidak paham apa yang diajarkan guru karena mereka tidak fokus terhadap pelajaran. Digunakan untuk menonton video porno, tidak sedikit pelajar yang menonton video porno baik pada saatpelajaran maupun tidak dengan cara mengakses internet maipun mengirim via Bluetooth atau pun infrared.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi, seharusnya para orang tua membatasi penggunaan handphone pada anak-anaknya yang masih berstatus sebagai pelajar demi prestasi anak tersebut.

Jumat, 24 Mei 2013

Artikel


BAHASA INDONESIA SEBAGAI BUDAYA

Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Koentjaraningrat dalam bukunya Sisiolinguistik (1985), “bahasa merupakan kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan.” Namun, beberapa pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan kedudukannya sama tinggi.
Setiap wilayah pasti mempunyai budaya dan bahasanya sendiri, berbeda dengan wilayah lain. Bahasa merupakan jatidri suatu budaya mustahil jika dipisahkan dari budaya. Bahasa menjadi simbol budaya. Oleh karena itu, seseorang dan sebuah masyarakat dalam suatu bangsa, akan menunjukkan hakikat budayanya. Begitu juga sebaliknya, budaya suatu bangsa akan merefleksi dalam perilaku lahiriyah manusia dan masyarakatnya. Maka bahasa yang di gunakan oleh sebuah masyarakat dalam suatu bangsa menjadi cermin budayanya. Bahkan intensitas dan kualitasnya ditentukan oleh kemampuannya dalam melestarikan bahasanya. Mengacu pada maraknya penggunaan bahasa asing secara liar yang nyaris memusnahkan bahasa Indonesia yang telah menjadi budaya bangsa Indonesia, maka dapat dikatakan budaya bangsa Indonesia kini berada situasi krisis.
Penyebab utama memudarnya bahasa Indonesia dikarenakan oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat dan era globalisasi yang semakin mendunia. Bahasa dalam novel maupun bacaan-bacaan lainnya juga mempengaruhi pola bahasa Indonesia yang telah ditetapkan. Perubahan bahasa Indonesai sangat cepat mepengaruhi masyarakat Indonesia, terutama para remaja. Diharapkan, para remaja lebih selektif dalam menerima arus bahasa yang semakin deras menggerus budaya bangsa Indonesia.

Rabu, 22 Mei 2013

Cerpen


Genderang, Gelandang

Desa ini tak layak. Begitu semburat anak-anak tak mengenal pendidikan. Yah, tepatnya anak gelandangan. Termasuk didalamnya, Joni kecil. Joni berbeda dengan anak-anak disekelilingnya. Meski mengenyam pendidikan hanya mampu kelas lima seolah dasar, Joni tak patah semangat untuk mengejar cita-citanya menjadi guru. Bukan hal asing bila Joni berjuang untuk melanjutkan pendidikannya.
Tak peduli panas hujan, disetiap perhentian perempatan jalan, Joni berdendang ria menghibur pengguna jalan dengan harapan ada sedikit rezeki untuknya. Meski umurnya baru menginjak sembilan tahun, Joni rela bekerja demi menghidupi kedua orang tuanya yang telah lanjut usia. Baginya dapat melihat mamak-bapaknya kenyang sudah cukup. Namun, disisi lain Joni menyimpan keinginan yang teramat besar untuk melanjutkan pendidikannya yang terhenti.
Selepasnya berdendang, maka Joni pun memutuskan untuk memberikan dua bungkus nasi untuk kedua orang tuannya. Berjalanlah ia dengan memanggul gitar kecil di punggung. Setelah membelikan nasi putih lauk tempe untuk orang tuanya. Joni berjalan pulang menyusuri jalan-jalan kejahatan menuju  perkampungan kumuh, dimana kedua orang tua Joni sedang menunggu kedatangannya.
“Assalamualaikum.”
“Wa’alaikum salam, nak.”, jawab mamak-bapak serentak.
“Alhamdulillah Joni mendapat rezeki, jadi Joni buat belikan makanan untuk mamak sama Bapak.” Menyerahkan dua bungkus makanan kepada mak.
“Aduh le, tak usahlah kau kerja keras demi orang tuamu ini. Kerja kerasmu seharusnya untuklah kelanjutan pendidikanmu .”, Ujar mak Joni, memeluk Joni dengan bangga. “Betul kata mamakmu le, tak usahlah kau pikirkan kami. Mamak-bapakmu ini masih bisa mengais rezeki untuk sekedar makan keluarga kecil ini, cukup kau do’akan saja mamak-bapakmu ini sehat walafiat.” Lanjut bapak joni, menatap joni meyakinkan. Joni tersenyum.
Maghrib menjelang, langkah kaki Joni tertatih memeluk kitab suci menuju mushola yang cukup jauh di ujung kampung. Setelah sholat, tak lain Joni mengaji disudut mushola dengan beberapa tamannya. Salah satu temannya yang bernama Alif, putra dari orang berada di pinggir kota. Tak segan-segan Joni meminjam buku sekolah Alif untuk membantunya mengejar pendidikan. Sering  Joni pulang larut malam, mamak-bapak Joni memaklumi.
Hari esok menjelang. Tak ada gitar yang menggantung di punggung Joni. Gitar kecil bergantilah dengan seragam sekolah lengkap dengan topi dan dasi. Beberapa hari lalu, memang pihak desa memberikan beasiswa untuk anak-anak di perkampungan termasuk juga Joni. Tak ingin ketinggalan, segera Joni meluncur.
“Mamak-Bapak, Joni berangkat sekolah”
“Iya le.” Ujar mamak-bapak
Tapi, tak malukah kau menggunakan sepatu nan tak layat itu le?” tambah mamak seraya menatap penuh keyakinan pada sang anak.
“Tak apalah mak, yang penting ilmu bukanlah sepatu.”
“Pintar sekali rupanya anak mamak-bapak ini” mamak-bapak Joni tersenyum.
“Assalamualaikum , mak-pak”
“Waalaikumsalam, hati-hati ya le.”
Jalanan kumuh, menyusuri sungai dekat perkampungan, melewati jalanan kota yang jahat seolah tak memperdulikan nasib nasib yang di kandung badan. Yah, beginilah usaha Joni untuk sampai ke sekolah SD, sekolah yang jauh dari kemewahan namun layak untuk kegiatan sekolah.
Sampailah Joni di sebuah tempat yang memang sangat ingin Joni kunjungi. Bukan hanya Joni, namun juga seluruh teman-teman di kampungnya yg ingin bersekolah. Yah, saat itu Joni mendapat beasiswa untuk melanjutkan seolahnya yg sempat tertunda di kelas lima. Namun, saat ini Joni bisa duduk di kelas enam karena kapintarannya.
“Assalamualaikum.” Saat Joni memasuki ruang kelasnya.
Tak ada jawaban salam dan tak ada sambutan maupun sanjungan dari penghuni kelas. Seisi kelas tak lain memandangi Joni dari ujung kaki sampai ujung kepala.
“Hei, ini bukan tempat gelandangan berkumpul” sapa Banu yang tak lain murid terkaya disekolah itu.
“Oh, saya bukan ..... “ belum selesai Joni berucap, sebuah suara lembut menyapanya. Pemilik suara itu tak lain salah satu dari guru yang mengajar disekolah ini. Bu Ratna namanya.
“Kenapa kau tak masuk nak?” tanyanya ramah.
“Emm... ” jawab Joni ragu.
“Ibu baru tahu kamu nak, apakah gerangan murid yang diberi beasiswa dari kampung nan di ujung sana?”
“I...iya Bu.”
“Alah, jangan bohong kau, kau itu gelandangan yg saah masuk tempat!” Teriak Banu dari bangku paling depan.
“Banu!” tegur Bu Ratna. “Silahkan masuk nak, ini sekolah kita tempat belajar kita. Mari nak. “ tambahnya.
*****
            Satu tahun telah berlalu, selama itu pula Joni bersekolah dengan alat pendukung seadanya. Tak cukup itu, Joni rela berjualan koran, mengamen di perempatan jalan setiap pulang sekolah untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya. Joni juga sering meminjam buku-buku bekas pada temannya Alif. Itu semua tak mengurungkan prestasi Joni. Kata teman dan guru di lingkungan sekolah Joni, Joni merupakan anak yg tekun, rajin pula. Tak jarang Joni mendapaat peringkat satu dalam setiap semester. Guru-guru sangat bangga pada Joni.
            Sore menjelang. Joni segera pulang, ia belikan hasil kerjanya demi bungkusan makanan untuk mamak dan bapaknya. Setiba dirumah, Joni segera menghabiskan makanannya dan segera mengambil wudhu untuk melakukan sembahyang di Mushola, Ujung kampung. Doa-doa dipanjatkan  untuk suatu kehidupan yang sulitbagi Joni dan kedua orang tuanya.
            Malam itu, bintang gemerlapan di langit, seolah memberikan penghormatan kepada sang Khaliq. Waktu dimana tercipta suatu keheningan yang mendalam. Terdengar suara angin malam, hewan malam, dan suara bibir setiap insan yang membaca ayat-ayat suci wahyu Allah.
Fajar mulai menyingsing.Segera Joni sembahyang.  Setelahnya, Joni bergegas pulang. Tak seperti biasanya, Joni enghampiri mamaknya yang tengah tertidur, ia cuci kaki mamaknya. Seketika itu mamaknya kaget dan terbangun dengan apa yang telah dilakukan Joni. Mamak Joni menangismelihat anaknya yang begitu tulus mencuci kakinya. Bapak Joni pun terharu .
“Mak-Pak, doakan Joni ya. Joni akan melaksanakan ujian kelulusan sekolah.” Ucap joni tertunduk.
“Iya Jon, doa mamak bapakmu selalu menyertaimu” Jawab mamak seraya mencium Joni.
*****
            Sesampainyasekolah. Joni tak lagi menghiraukan ejekan teman-temannya, termasuk Banu yang merupakan anak rentenir kaya raya yang sering meminjamkan uang dengan bunga sangat besar di kampung Joni. Joni melesat menuju kelas, membuka buku-buku yang mungkin dianggap sudah tak layak bagi teman-teman-teman disekolahnya. Ditatapnya Joni oleh seseorang, Alif tepanya.
“Halo, Jon. Sedang apa kau?”
“Membaca buku untuk ujian ini. Tak belajarkah kau, Lif?”
“Emm, aku tak mengeriti tentang materi yang akan diujikan kali ini. Bolehkah aku bergabung denganmu? Dan maukah kau menjelaskannya untukku?” Jawab Alif tertunduk malu.
“Dengan senang hati. Mari.” Joni tersenyum.
Dengan gaya soknya, Banu melewati kelas dan melihat apa yang terjadi antara Joni dangan Alif. Ya memang terlihat aneh, seorang yang bisa dibilang lumayan pintar atau sebut saja Alif berguru pada seorang yang ia sebut sebagai gelandangan, siapa lagi kalau bukan Joni.
*****
Saat malam tiba, berjalanlah Joni menuju tempat yang sangat sepi namun indah. Disana Joni belajar mati-matian mempersiapkan pelajaran yang di ujikan besok dan lusa agar kelak ia bisa menjadi apa yang ia cita-citakan. Jika lelah joni memandang langit yang penuh dengan gemerlap bintang ciptaan tuhan hingga ia tertidur.
Pagi menjelang. Hembusan angin membangunkan Joni yang saat itu tertidur di sebuah bukit kecil. Segera jonibereskan buku-buku lusuh yang mengelilinginya.
Sesampainya di rumah, Jonimengerjakan segala pekerjaan rumah, memasak untuk mamak dan bapak, mecuci pakaian dan segala hal Joni lakukan. Ketika mamak bangun,
            “Ada apakah kau, Jon?” sapa mamak setengah ngantuk.
            “Tak apalah mak. Joni hanya ingin membantu mamak“
“Tak usahlah Jon, bukankah kau masih harus melaksanakan ujian kelulusan?Belajar sana!” perintah mamak.
            “Iya mak.”
Joni meluncur menuju alas tidurnya. Bukan untuk tidur, namun untuk belajar. Banyak sekali tumpukan buku bekas yang lusuh termasuk koran bekas yang menurutnya dapat mendukung sekolahnya. Dibukanya buku itu satu persatu, perlahan takut terlepas dari pasangannya. Sampai akhirnya, jam sekolah tiba.
Joni berlari, ingin segera sampai di tempat yang ia yakini dapat menuntunnya ke jalan kesuksesan. Tak lupa ia meminta do’a restu kepada sang mamak. Di jalan, Sosok perempuan berteriak tertahan dari dalam rumah Joni. Yah, tepatnya menahan rasa sakit.
“Mamak?” Joni kaget
“Udah le, mamak tidaklah kenapa-kenapa hanya tergores pisau.Sudah kamu lanjutkan perjalanan suksesmu. Janganlah kau sepeti mamak-bapak ini yang tak memiliki pendidikan.”
Merasa ada yang mengganjal, Joni bertanya “Mak, bapak kemana?”
“Bapak lagi bikin karung pesanan Jon, di belakang.”
“Oh, yaudah mak. Joni berangkat sekolah sekalian pamit sama bapak. Assalamualaikum.” ucap Joni sambil maraih tangan mamak untuk pamit.
“Waalaikum salam” jawab mamak.
            Joni menuju belakang rumah, namun tak ditemui bapaknya. Joni mencari kasana kemari tak dia temui juga. Hingga salah satu tetangganya yang sedang memunguti plastik bekas memberi tahukan perihal bapak Joni berada. “Bapak kamu lagi dirumah rentenir Jon.”
Mendengar hal tersebut Joni tersentak kaget. Segera ia berlari menuju rumah rentenir yang di tunjukkan tatangganya.
            Setibanya , Joni dapati bapaknya yang babak belur penuh dengan luka lebam sedang bersujud di depan  rentenir kejam itu. Joni menangis dan menhampirinya.
“Bapak kenapa? Kenapa bapak disini? Apa yang bapak lakukan?.” Terocos Joni terisak dan membantu bapaknya untuk berdiri. Belum sampai bapaknya menjawab, rentenir itu angkat bicara.
“Perlu kamu tau anak kecil, bapak mu ini berusaha mencari pinjaman uang dengan jumlah sangat banyak padaku untuk kelanjutan sekolahmu. Namun aku tahu, jika aku pinjami keluarga miskinmu tak akan pernah sanggup mengembalikannya tepat waktu.”
            Joni terdiam, memandangi bapaknya yang penuh luka dihajar anak buah rentenir. Hingga akhirnya.
“Tak perlu kami meminjam uang kepada bapak, kami sanggup mencarinya sendiri.” Joni melawan.
“Dengan keadaanmu dan orang tuamu yang renta ini?” Rentenir itu tak percaya.
“Tentu.” Joni menjawab seraya memapah bapaknya untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
            Beberapa langkah Joni menjauhi rentenir itu, anak buahnya mencegah agar tidak pergi. Rentinir itu mendekati Joni.
            “Oke, aku akan memberikan biaya gratis untuk kelanjutan sekolahmu sampai SMP serta mensejahterakan kehidupan keluargamu, jika nilai ujian kelulusanmu kali ini terbaik bukan sekedar di sekolah melainkan terbaik sekota. Jika kamu gagal, kamu beserta keluargamu harus pergi dari kampung ini. Bagaimana?” Rentenir itu memberi tawaran serta mengancam keluarga Joni. Belumsempat Joni menjawab, dengan tegas bapak Joni mengatakan “Iya, aku setuju”. Joni yang saat itu bingung, kaget bukan kepalang mendengar jawaban bapaknya.
            “Alah, mana mungkin bisa anak gelandangan bisa mendapat hasil ujian terbaik sekota raya? Mustahil!” ejek Banu yang tiba-tiba muncul dibalik pintu.
“Sudahlah, kita buktikan saja!” ujar bapak joni yang merintih kesakitan.
Tak menghiraukan apa yang telah terjadi, Joni memapah bapaknya pulang. Hingga akhirnya bapak menyuruh joni untuk pergi sekolah agar tidak terlambat.
            Hari itu adalah hari terakhir ujian kelulusan sekolah, Joni sepenuhnya siap mengerjakan soal. Namun, dalam hati Joni merasa takut akan ancama rentenir itu jika ia gagal. Sebersit semangat menyelinap pikiran Joni, “AKU BISA” gumam Joni.
            Bel berbunyi semua siswa bersiap di tempat masing-masing. Banu yang saat itu duduk di sampingnya, tak henti-henti mengejek dan merendahkan Joni. Namun, tak berpengeruh bagi Joni.
*****
 Hari demi hari berlalu. Hingga akhirny pengumuman kelulusan tiba. Berdebar kencang jantung Joni, karena masa depan dan keberlangsungan keluarganya bergantung pada nilai kelulusan Joni. Tak hanya Joni, semua siswa berdebar-debar termasuk juga Alif dan Banu. Banu takut kalau ia tidak Lulus karena selama ujian tak sedikit pun ia belajar. Berbeda dengan Alif, Alif taku jika hasil ujiannya tidak memenuhi prasyarat masuk ke sekolah lanjutan impiannya.
Hasil ujian diumumkan kepala sekolah di aula. Setiap anak menyimak dengan baik apa yang disampaikan. Ada yang menangis bahagia karena hasil ujiannya memuaskan, ada yang bersorak –sorai, jikrak-jikrak. Tetapi, rasa cemas akan hasil ujian kelulusan masih menghantui Joni juga Banu, karena hanya hasil ujian mereka yang belum diumumkan.
“Patutlah kita sekalian bahagia dengan prestasi yang telah diraih siswa teladan ini. Ia anak orang tak mampu, namun bisa mengharumkan nama baik sekolah kita. Ia mampu memperoleh nilai tertinggi, tak hanya di sekolah kita melainkan nilai tertinggi sekota raya. Ya, siapa lagi kalau siswa kita yang bernama Joni.” Pidato lantang kepala sekolah dengan bangga.
“Tak cukup hanya itu, pihak koya juga memberikan beasiswa pada Joni hingga perguruan tinggi jika nilainya tetap di pertahankan.” Lanjut kepala sekolah. Mendengar hal tersebut Joni masih tak percaya hingga ia melihat sendiri hasil ujiannya. Betapa senangnya Joni saat itu.
 Berbeda dengan Banu yang masih cemas dengan nilainya.
“Banu?” panggil kepala sekolah pelan. Banu menghampiri kepala sekolah. Dengan berat hati kepala sekolah menyerahkan nilai hasil ujian Banu. Spontan banu kaget karena nilai ujian Banu terendah diantara teman-teman yang lain, saat itu juga Banu menanis.
*****
Sesampainya dirumah, Joni menyampaikan berita menggembirakan itu kepada mamakdan bapaknya. Ttak terbayang kebayhagiaan yang dirasakan keluarga Joni.
Sore menjelang, terdngar suara seseorang mengetuk pintu rumah Joni. Joni bukakan pintu dan ternyata, Banu beserta bapaknya berkunjung ke gubuk lusuh keluarga Joni.
“Ada apakah bapak sudi berkunjung kegubuk kami ini?”tannya ibu Joni setelah mempersilahkan mereka duduk di ruang berpetak.
Bapak Banu yng seorang rentenir itu menjelaskan maksud kedatangannya. Banu beserta bapaknya meminta maaf atas perlakuan mereka terhadap keluarga Joni. Dan sesuai kesepakatan saat bapak Joni meminta pinjaman uanguntuk kelanjutan sekolah Joni, bapak Banu akan membiayakan pendidikan Joni sampai SMP dimana pun Joni inginkan dan mensejahterakan kehidupan keluarga Joni. Lengkap sudah kebahagiaan keluarga Joni.
Dengan usaha keras Joni, semakin mudah dan semakin dekat ia meraih cita-citanya.
###