001 001 sumber: cobadibaca.com http://www.cobadibaca.com/2013/01/cara-membuat-slide-header-di-blog.html#ixzz2QZsfWlne Under Creative Commons License: Attribution

Minggu, 20 Januari 2013

Cerpen


Pertemuan Terakhir

“Kapan sampainya sih?”, tanya Vita kawanku
“Aku juga gak tau Vit.”, jawabku.
Ya, saat itu kamu sedang dalam perjalanan menuju salah satu tempat wisata di Lamongan. Banyak kawan di bus ini, tapi mereka semua mengeluh.
“Kapan sampainya sih, Pak? punggungku sudah sakit lo, dari tadi duduk terus.”, rintih kawan disebelahku, siapa lagi kalau bukan Vita si bawel.
“Sebentar lagi dek kurang lebih 30 km lagi.”, ujar pak pengemudi.
“Sudahlah, santai aja. Nih aku kasih camilan, makan tuh !! gak usah rame.”, sentakku.
Satu jam kemudian kami sampai di tempat tujuan, kawan-kawanku kegirangan menuruni bus pariwisata. Mereka berlari mencari kursi buat menyantap makanannya. Mungkin saking laparnya kali yah, sampai kelihatan belum pernah makan selama tiga hari. Ah, malu-maluin saja, pikirku.
“Anak-anak, cepat makannya !! ayo kita masuk, keburu siang nanti.”, ujar bapak guru yang mendampingi kita.
Secepat mungkin kawan-kawanku menyimpan makanannya lagi. Deretan antri di pintu masuk wisata Lamongan pun tak terelakkan. Kawan-kawanku semakin mengeluh. Ku lihat jam tanganku menunjukkkan pukul 11.15 WIB. Kemudian ku alihkan pandanagn melihat kawanku di seberang sana yang bsedang asyik memilih kacamata, mereka memanggilku.
“Abel, sini !!! ada kacamata unyu nih !”, teriak Vita temanku di seberang sana.
Aku berlari menghampiri tamanku, tak kusangka aku bertabrakan dengan seorang cowok yang tidak lain dia adalah Rafa temanku dirobongan pariwisata. Aku dan dia pun terjatuh, tergeletak dilantai. Teman-temanku termasuk Vita, juga teman-teman Rafa melihat kejadian itu. Mereka pun menghampiri kami. Bukannya menolong, mereka malah menyoraki kami.
            “Cie, Abel tabrakan sama Rafa !” , sorak teman-teman cewekku.
            “Ehm, gimana Fa? Tuh Abel di sampingmu! Ehm.” , sorak teman-teman Rafa.
            Aku dan Rafa pun terbangun. Kami hanya tersenyum mendengar soarakan teman-teman kami.
            “Jadi masuk gak nih?? Tiketnya sudah dapat !”, teriak bapak guru pengawas kami.
Serentak, aku dan kawan-kawan rombongan pun menoleh dan berlari menuju beliau. Bapak guru pengawas kami membagikan tiket kepada kami semua.
“Terimakasih pak.”, ucapku
Bapak guru pengawas hanya tersenyum dan kembali membagikan tiket kepada kawan-kawanku yang lain juga kepada Rafa. Tiba-tiba ada seseorang yang tersenyum padaku dan itu adalah Rafa, aku membalas senyumnya. Gak tau kenapa hatiku berdesir melihat senyumnya. Ahhh…. Apa-apaan aku ini, segera ku buyarkan semua lamunanku.
“Udah-udah, berhenti dulu senyum-senyumnya. Ayo jalan! Pisah dulu senyum-senyum sama Rafanya, ntar juga ketemu lagi.”, gurau Vita teman dekatku.
            Kami pun berpisah. Golongan cowok jalan sendiri dan kami golongan cewek jalan sendiri juga. Ku lanjutkan perjalanan menelusuri tempat wisata ini bersama kawan-kawan cewekku. Ku ikuti antrian-antrian di wahana yang ada. Saat antri di salah satu wahana.
            “Aduh kakiku !!”, kataku kesakitan.
            “Eh, kamu kenapa Bel?”, seru Vita.
            “Kakiku sakit !! ihh kamunya gak sadar juga Vit. Kakiku kamu injak tau !!”, sentakku.
            “Ups, maaf bel gak sengaja! Peace yah Bel.”, ucap Vita.
            “Eh, kalian. Aku ikut kalian boleh ya? Aku ditinggalin nih sama anak-anak.”, sela Rafa yang tiba-tiba berada diantara aku dan Vita. Aku dan Vita pun menyetujui Rafa ikut kami.
            Hari semakin sore, aku Vita dan Rafa pun kembali ke bus pariwisata untuk persiapan pulang. Setelah sampai bus, kami bertiga masuk dan ternyata seluruh rombongan telah sampai di bus terlebih dahulu daripada kami. Entah kenapa, tiba-tiba kami menjadi sorotan seluruh penuumpang bus. Semua mata tertuju pada kami bertiga, termasuk juga bapak guru pengawas.
            “Hey, kalian bertiga kemana aja sih? Di tungguin dari tadi batu nongol sekarang.”, seru salah satu kawan kami di deretan kursi paling belakang.
            “Iya, kalian bertiga ini kemana aja sih? kan bapak sudah bilang, semua harus sudah ada dalam bus jam tiga tepat!”, tanya bapak guru pengawas kami.
            “Maaf pak. Tadi kami terlalu asyik sampai lupa waktu. Maaf ya teman-teman sudah bikin kalian menunggu kami.”, jelasku dengan senyum, diikuti senyum Vita dan Rafa.
            Kami bertiga tertunduk, merasa bersalah.
            Malam pun tiba, sang rembulan menampakkan sinarnya menyinari perjalanan bus yang kami tumpangi menuju singgasana. Vita temanku yang sedari tadi ngoceh sana-sini, semakin lama suaranya semakin kecil, kecil, kecil, kecil dan menghilang. Kulihat Vita di sampingku, Vita tertidur dan aku pun lega karena suara kecil yang cukup menyiksa telingaku telah berhenti. Aku terdiam dalam gelap bus yang sengaja tidak dihidupkan lampunya. Kulihat sekeliling isi bus ini, semua kawanku tertidur lelap, hanya satu yang kulihat sedang asyik memainkan handphone dan menjulurkan panjang kabel handshetnya. Rafa? Apakah itu Rafa? Tanyaku dalam hati. Ya memang bus ini dalam keadaan gelap, jadi tidak terlalu jelas melihatnya. Ku hampiri dia, dan ternyata benar dia Rafa. Aku pun beniat kembali ke tempat dudukku, belum sempat ku melangkah Rafa memanggilku.
            “Abel?”, sapanya.
            “Iya, Raf. Ada apa?”, jawabku.
            “Kamu belum tidur?”, tanya Rafa
            “Enggak, aku gak bisa tidur kalau suasananya gelap. Kamu sendiri kenapa belum tidur juga?”, jelasku.
            “Kalau aku, aku belum ngantuk aja.” Jawabnya.
            “Oh, gitu.”.
Aku pun kembali ke tempatku semula. Rafa tak menghiraukanku, begitu juga denganku. Aku diam, melihat sekeliling bus, tetap aja sama teman-temanku tertidur dan hanya Rafa yang belum tidur. Lama-lama bosan kalau hanya diam begini. Ku alihkan pandanganku keluar bus, kulihat pemandangan jalan malam hari. Ku raih handphoneku dalam saku, ku pasang handshet dan kuputar musik untuk menghilangkan kesunyian ini. Tak beberapa lama, handphoneku bergetar tanda bahwa ada SMS masuk. Ku lihat layar handphoneku yang mengedip-mengedipkan nama Rafa. Haa.. dari Rafa? Ku tengok ke belakang, dan masih ku dapati Rafa yang masih saja asyik dengan handphonenya.
Ada apa Rafa SMS aku? Padahalkan aku dan dia dalam jarak dekat bukan jarak jauh, kenapa SMS segala? Berbagai pertanyaan masuk dalam benakku. Tak buang waktu lagi ku baca SMS dari Rafa.
Eh, ini anak belum tidur juga? kamu mau camilan ini enggak, enak loh?.
Ah.. dasar anak ini. Kebanyakan pulsa apa gimana coba, hal sepele kayak gini aja pakai SMS segala? Pikirku. Segera ku tekan tombol Reply  untuk membalas SMSnya.
            Udah di bilang aku gak bisa tidur, ngapain sih pake acara SMS segala? Ngomong aja langsung, masalah camilan makasih deh, aku masih keyang
Ku kirim pesan tersebut dan hasilnya Success. Tak lama kemudian SMS balasan pun masuk ke handphoneku.
            Ya biarin, daripada rame, nanti malah mengganggu yang lagi tidur. Yaudah ya, aku tidur dulu, nanti kalau udah sampai kasih tau aku ya?
Kubaca SMS itu malas-malasan. Ku menoleh ke belakang dan kebetulan Rafa melihatku, aku mengangguk  menandakan aku menjawab IYA atas SMSnya yang dia kirimkan ke handphoneku.
Selang beberapa waktu, bus berhenti. Semua seisi bus terbangun karena kaget.
“Anak-anak ada yang ingin buang air tidak?”, tanya bapak guru pengawas.
“Tidak pak!” jawab kami serentak.
Bus pun kembali melaju. Aku hanya diam di tempat, melihat suasana di luar bus yang ramai dengan kendaraan berlalu-lalang. Aku kembali menoleh ke belakang, kudapati Rafa yang tertidur pulas. Anak itu aneh, gumamku. Dan sekarang aku sendirian, hanya seorang diri berdiam melihat sekeliling yang entah sampai dimana mimpi-mimpi teman-temanku. Ku menoleh ke belakang lagi, kenapa saat melihat Rafa hatiku berdesir gak karuan? Kenapa aku merasa kehilangan saat dia tidur terlebih dahulu, meninggalkanku sendririan? Dan kenapa tadi aku bisa bertabrakan dengan Rafa? Kenapa kurasakan kesejuakan saat melihat senyum Rafa?. Berbagai macam pertanyaan muncul, campur aduk rasanya di hati. Apa ini artinya aku suka sama Rafa? Mungkin saja hal itu terjadi. Aku terdiam memikirkan hal itu. Ahhhh….. tidak mungkin aku suka sama Rafa. Kubuyarkan segala lamunanku tentang Rafa.
 Kubalikkan badan dan kucoba memejamkan mata. Tak berlangsung lama, tiba-tiba handphoneku bergetar. Aku tersentak kaget. Segera kuraih handphoneku, ternyata ada yang menelepon. Siapa malam-malam begini telepon? Nomornya disembunyikan pula? Ada keraguan untuk menerima telepon tersebut. Ku beranikan diri mengangkat telepon tersebut.
“Halo. Dengan siapa ini?”, tanyaku memulai.
“Lihat kebelakang!”, jawab suara orangmisterius ini.
Dengan sedikit keraguan ku lihat kebelakang. Betapa kagetnya, ternyata Rafa yang meneleponku. Rafa? Rafa lagi? Kanapa harus Rafa? gumamku. Rafa melihatku yang keheranan, ia tersenyum kepadaku, seketika itu pula jantungku berdetak hebat hebat melihat senyumnya. Oh tidak ! aku rasa aku benar-benar suka sama Rafa.
Setelah tau penelepon misterius itu Rafa, segera ku matikan telepon tersebut tanpa berpamitan dan memalingkan pandangan dari Rafa. Ku matikan handphoneku biar enggak ada lagi yang namanya Rafa mengagguku di malam ini. Aku coba memejamkan mataku kembali, dan akhirnya aku berhasil tertidur.
Beberapa jam kemudian, bus berhenti. Bapak guru pengawas membagunkan kami semua.
“Anak-anak, kita sudah sampai di sekolah. Bangun-bangun ayo kita pulang !”, seru bapak guru pengawas.
            Aku, Vita, Rafa dan seluruh teman-temanku terbangun, kami mempersiapkan barang-barang kami sebelum turun agar tidak ada yang ketinggalan, kami berdesakan turun bus. Tanpa aku sadari di belakangku ternyata Rafa, dia minta maaf kepadaku atas ulahnya yang menggangguku tadi. Ku acuhkan semua omongan Rafa. Rafa pun terdiam.
            Setelah turun dari bus, kami pun disambut oleh orang tua kami yang datang menjemput. Kudapati orang tuaku dan aku berlari mrnghampirinya. Sebelum aku berlari menghampiri orang tuaku terdengar suara yang memanggilku yang tak lain itu adalah suara Rafa. Tak ku hiraukan panggilan itu. Dan aku pun pulang, berlalu meninggalkan Rafa yang tengah memanggilku.
            Ke esokan harinya. Saat di sekolah, aku tak pernah menjumpai Rafa lagi. Aku bertanya-tanya , kemana Rafa? Dia kenapa?. Tiba-tiba terdengar kabar bahwa Rafa telah pindah sekolah, mengikuti orang tuanya yang bekerja di luar kota. Betapa kagetnya aku mendengar kabar itu, aku smpat shock. Aku tidak percaya bahwa Rafa telah pindah sekolah ke luar kota. Ku hubungi Rafa lewat telepon maupun SMS tetapi hasilnya nihil, Rafa tak ada kabar. Apa rafa marah sama aku sehingga dia tidak memberi kabar kepadaku kalau dia akan pindah sekolah dan pergi ke luar kota?. Aku merasa bersalah sama Rafa atas kejadian di dalam bus itu. Dan aku tak pernah menyangka bahwa malam itu adalah pertemuan terakhirku dengan Rafa.
            Maafkan aku, Rafa.

Selesai

*Cepen waktu SMP :D